Kalau saja aku bisa membuat segalanya berubah, aku akan melakukan
apapun. Aku ingin bercanda dengannya, ingin membuatnya bangga, but i cant do
anything. Dia bahkan terlalu terlena dengan pekerjaan yang ia geluti sekarang.
Dia tak peduli padaku. Aku membencinya.
“Milly, tidak ingin minum teh dengan Mom?” Mom memanggilku saat aku
sedang menalikan sepatuku.
Aku ingin menjawab iya, tapi rasanya bibirku sulit digerakkan. Aku ingin
Mom tahu bahwa aku marah, aku kecewa padanya. “Tidak, Mom.” Akhirnya hanya dua
kata itulah yang keluar dari mulutku.
“Tapi..”
“Aku berangkat, Mom.” Aku meninggalkan Mom di rumah. Perasaanku jadi
tidak enak. Apakah akan terjadi sesuatu padanya? Ah kurasa ini hanya perasaanku
saja, tidak aka nada yang terjadi padanya. Dia punya banyak bodyguard yang akan
melindunginya.
**
“Milly!!! Wake up, darling.” Ku dengar suara-suara itu di sekelilingku.
Ada apa ini? Kenapa semua terasa begitu hampa? Aku tidak bisa menggerakkan
tubuhku. Bahkan untuk membuka mata pun apa yang terjadi padaku?
Rasanya nyawaku terangkat. Begitu terasa hingga akhirnya, i can look my
self. I was lying on the bed and my mom was crying beside me. Apakah aku sudah
mati? Ya Tuhan, aku bahkan belum sempat membahagiakan Mom.
“What happened with my lovely daughter, Doc? Is she okay?” Mom bertanya
begitu seorang dokter masuk ke dalam ruangan rawat inapku.
Dokter itu menghela nafas berat. Aku tidak ingin mendengarnya. Aku tidak
ingin mendengar ia mengatakan bahwa aku sudah mati. Aku tidak mau mati. “Dia
koma. Kecelakaan yang ia alami terlalu parah.” Ucap dokter itu.
Kecelakaan? Ah ya, saat itu, saat aku hendak menyebrang, sebuah mobil
menghantam tubuhku. Tidak ada yang kurasakan saat itu, aku hanya merasa ingin
memeluk Mom. Ternyata perasaan itu benar, saat ini aku bahkan tidak akan bisa
lagi memeluknya, menenangkannya, aku tidak bisa lagi berbicara padanya, karena
bagaimanapun dia takkan bisa mendengarku.
“I know you are strong, Milly. So wake up. I cant life without you.” Mom
meraih tanganku dan mengecup punggung tanganku.
Aku ingin menangis. Tapi rasanya aku sudah tidak bisa menitikkan air
mata lagi. Aku seperti hantu gentayangan yang tidak tahu harus kemana. Aku
belum mati, tapi aku juga tidak sedang bangun. Apa yang harus ku lakukan?
**
Ku putuskan untuk keluar dari ruangan ini dan duduk di kursi tunggu. It
will be better. Aku tidak sanggup melihat Mom di dalam sana. Ada banyak
penyesalan di dalam hatiku. Aku ini anak macam apa sih? Tapi ini juga salah
Mom, kalau saja Mom sedikit memperhatikanku, aku pasti masih berada di
sampingnya saat ini.
“Masih ingin menyalahkan ibumu disaat seperti ini?” Aku menoleh. Seorang
perempuan duduk di sampingku dengan gaun putihnya yang terlihat indah.
“Kau siapa?” tanyaku dingin. Eh? Tapi... dia bisa berbicara denganku?
Dan membaca perasaan seorang.... hantu?
“Hahahaha bodoh. Aku ini.. aku.. aku ini apa ya?”
Aku berdecak kesal dan memutar bola mataku, “Kau yang bodoh! Tidak tahu
diri sendiri apa.”
Perempuan itu menatapku sebal, “Kalau aku mengatakan aku ini malaikat
kau tidak akan percaya. Kalau aku mengatakan aku ini hantu kau akan ketakutan.
Jadi aku ini apa? Yasudah, anggap saja aku adalah tour guidemu.”
“Tour guide?” tanyaku heran. Ada gitu tour hantu? Hiih menyeramkan.
Perempuan itu mengangguk lalu berdiri, “Ayo ikut.” Ia memberikan sebelah
tangannya padaku.
Aku menatap tangan itu ragu. Aku mau dibawa kemana? Apa dia ini malaikat
pencabut nyawa? Apa sudah saatnya aku mati?
“Aku bukan malaikat pencabut nyawa. Sudahlah ikut saja.”
Aku kembali menatapnya ragu. Namun kemudian aku sudah menggenggam
tangannya. Dan entahlah aku akan dibawa kemana, aku hanya dapat berharap gadis
ini bukanlah malaikat pencabut nyawa.
***
You worked two jobs
To keep a roof up over our heads
You chose life for me
No you never gave up
I admire you for the strength you instilled in me
You were so young
You were just my age when you had me
Mom, you were so brave
There was nothing that would stop or get in our way
And I know you will always be there for me
To keep a roof up over our heads
You chose life for me
No you never gave up
I admire you for the strength you instilled in me
You were so young
You were just my age when you had me
Mom, you were so brave
There was nothing that would stop or get in our way
And I know you will always be there for me
“She is your mom.” Ucap Caitlin padaku. Perempuan yang membawaku
pergi tadi bernama Caitlin. Entahlah aku masih tidak dapat percaya saat ia
mengatakan bahwa ia adalah seorang ‘malaikat’. Well, setahuku malaikat itu tak
terlihat. Jadi kemungkinan terbesar dia adalah hantu.
Aku menatap seorang gadis seusiaku yang tengah menangis di dalam
kamarnya, “She.. she is my mom?” Tanyaku tak percaya. Percaya atau tidak, semua
ini benar-benar berbeda dengan kondisi Mom saat ini. Mom tidak pernah
mengatakan apapun tentang masa lalunya. Termasuk... kondisi ini.
“And thats you! Ah aku senang sekali bagian ini!” Teriak Caitlin
senang.
Dan di saat itu terdengar tangisan kencang seorang bayi. Is that
me? Ku lihat Mom kecil berjalan ke arah box bayi yang terletak di dalam kamar
itu dan mengangkatku ke dalam pelukannya. Dengan segenap kasih sayang yang ada,
ia menimang-nimangku. Sesekali ia mengecup puncak kepalaku. “Dont cry baby,
don’t cry. Mom will always be here for you.” Ucap Mom.
Aku menitikkan air mata. Aku benar-benar tidak menyangka dulu
kondisi kami seperti ini. Ku pikir..
“Kau di lahirkan saat ibumu masih sangat muda. Dia bahkan tidak
menggugurkanmu saat itu, dia menyayangimu, Milly.” Caitlin berkata. Wajahnya
terlihat biasa saja. Kenapa dia tidak sesedih aku? Apa karena... dia tidak
merasakannya?
“Aku bukan manusia dan tidak terlahir. Aku bukannya tidak sedih,
aku hanya tidak tahu bagaimana mengekspresikannya. Sudah terlalu banyak
peristiwa sedih yang ku lihat.” Jelas Caitlin.
Aku kembali menatap Mom kecil yang masih menggendongku. Tak lama
kemudian seorang laki-laki yang masih seusiaku memasuki kamar itu dan merangkul
pinggang ibuku. Apakah dia... Dad? “Dad...” desisku.
“Kau tidak pernah melihatnya?” Tanya Cait.
Aku menggeleng, “Ayah tidak pernah datang.”
Caitlin tersenyum misterius. Ia seolah berkata padaku ‘Ini baru
permulaan, Milly.’. Apakah hidup Mom begitu sengsara karena kelahiranku?
***
Apa yang Mom lakukan? She was a nanny? Aku benar-benar tidak tahan
melihatnya. Aku tidak rela melihat Mom bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah
besar yang kira-kira sebesar rumahku saat ini. Kenapa Mom melakukan itu?
“Ini semua untukmu, Milly. Untuk mempertahankan hidupnya juga
hidupmu. Your dad went to another place and he left you and your mom. Tidak ada
yang bisa ibumu lakukan lagi, selain menggunakan tenaganya untuk menghidupimu.”
Cerita Caitlin. Ia ikut menatap Mom yang saat itu tengah mengepel lantai. No!
Aku terenyuh, apa ini sebabnya selama ini Mom menjadi pribadi yang
‘workaholic’?
“Beliau terus menerus bekerja untuk membahagiakanmu. Dia tidak
ingin kau kekurangan, Milly. Dia tidak ingin kau merasakan apa yang ia rasakan
saat ia berada di usiamu.”
Aku menangis. Benar-benar menangis. Ku pikir aku tidak bisa
menangis lagi. Namun ternyata bisa. Aku terisak, dan tidak ada Mom yang
menenangkanku seperti saat aku masih berusia 10 tahun.
“Kau masih ingin menyalahkan ibumu?” pertanyaan Cait hanya membuat
rasa sesal di hatiku bertambah. Aku ini anak macam apa? Aku ini benar-benar
bodoh. Aku tidak mengerti apa yang ibuku rasakan dulu dan aku malah marah
padanya. I just a stupid daughter!!! Fool me!!
***
It was ’94
The year that everything started to change
From before, You had to be a woman
You were forced to change your ways
To change your ways
Then you found the Lord
You gave your life to Him
And you could not ignore
The love he had for you
And I wanted more of your heart
The year that everything started to change
From before, You had to be a woman
You were forced to change your ways
To change your ways
Then you found the Lord
You gave your life to Him
And you could not ignore
The love he had for you
And I wanted more of your heart
Tour ini kembali berlanjut setelah aku kembali tenang. Sebenarnya
tidak benar-benar tenang, karena perasaan sesal dan takut masih menghantuiku.
Aku melihat Mom berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit yang kalau tidak
salah adalah kantor Mom yang sekarang. Jadi.... Mom melamar kerja disini?
Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan melamar di perusahaannya sendiri?
“Dulu, ibumu itu bukan seseorang yang senang dengan bisnis
walaupun ayahnya menyuruhnya untuk kuliah di jurusan bisnis. Ibumu menentang
ayahnya dan malah kabur bersama kekasihnya yang tak lain adalah ayahmu. Mereka
menikah di usia yang masih muda karena ibumu hamil. Namun pernikahan itu tidak
berlangsung lama, ibumu bercerai dan menghidupimu seorang diri. Ia bekerja
sebagai pembantu. Namun ia berpikir untuk kembali ke rumahnya saat mendengar
bahwa kakak laki-lakinya kecelakaan.” Caitlin itu seperti orang yang dekat
sekali dengan ibuku. Yang tahu segalanya tentang kehidupanku. Yaiyalah, dia kan
malaikat –itu sih katanya-.
“Jadi ini.. perusahaan Grandpa?”
Caitlin mengangguk. Kami terus memperhatikan gerak-gerik ibuku
yang terlihat seperti ketakutan di dalam sana. Aku tahu, pasti sulit baginya
untuk menemui Grandpa. Grandpa pasti sangat marah padanya, meskipun sekarang
Grandpa sangat menyayangiku.
“Mau apa lagi kau kemari
Eliz? Bukankah kau memilih jalanmu sendiri? Hah?” perkataan Grandpa begitu
dingin dan menusuk hati. Mom menangis saat itu juga. Ia berlutut di hadapan
Grandpa.
“Maafkan Eliz, dad. Eliz... eliz memang bodoh dan bukan anak yang
baik. Tapi.. tapi Eliz tidak tahu lagi akan kemana kalau bukan kembali padamu.”
Mom terisak. Rasanya menyakitkan melihatnya menangis seperti ini.
Grandpa seperti orang yang memiliki dendam yang besar kepada Mom.
Bahkan untuk melihat Mom saja, Grandpa sepertinya enggan.
“Kalau Dad tidak menerimaku, tolong rawat Milly saja Dad. Milly,
anakku. Aku tidak ingin ia sengsara sepertiku. Tolong Eliz, dad.” Mom semakin
terisak. Sebegitu pentingnya kah aku untuknya sampai ia rela berlutut demi aku?
Mengapa selama ini aku tidak pernah menyadari kasih sayang Mom? Kenapa aku
begitu egois padanya?
“Because you are a fool girl.” Bisik Caitlin dengan tawanya. Kenapa
dia senang sekali mentertawaiku sih? Apa yang lucu? Its not funny.
“Eliz.. Eliz bangun nak.” Grandpa sepertinya luluh melihat Mom
menangis seperti itu. Ia menghampiri Mom dan menyuruhnya berdiri, “Aku
memaafkanmu. Tapi ingat Eliz, kau harus berubah. Buang sifat-sifatmu yang dulu,
yang suka berhura-hura. Ingatlah, sekarang kau telah memiliki Milly.” Nasehat
Grandpa. Sudah ku bilang, Granpa itu orang yang baik. Ia pasti akan memaafkan
Mom dengan cepat.
“Siapa bilang? Ini yang kesekian kalinya ibumu berlutut di
hadapannya. Dan baru kali ini your grandpa menerimanya.” Ujar Caitlin. Entah ia
mendapatkan apel darimana, yang jelas kini ia tengah memakan apel dengan
santainya. Dasar aneh. Aku jadi semakin meragukannya, dia itu setan atau
malaikat sih?
***
So when you’re lost
and you’re tired
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you.
I don’t know what I’d do if you left me
So please don’t go away
Everything that you are is who I am
Who I am today.
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you.
I don’t know what I’d do if you left me
So please don’t go away
Everything that you are is who I am
Who I am today.
“Kau salah kalau kau mengatakan bahwa ibumu tidak pernah menyayangimu,
Milly. Kau salah kalau ia tidak pernah sempat mendengarkanmu bercerita. Kau
salah kalau ibumu tidak pernah ingin tahu apa masalahmu. Dia menyayangimu
melebihi dirinya sendiri.” Caitlin membawaku ke sebuah tempat yang tidak asing
lagi bagiku. Kamarku sendiri. Ada aku yang tengah tertidur saat itu.
Pintu kamarku perlahan terbuka, Mom masuk ke dalam kamarku dengan
pakaian kerja yang masih melekat di tubuhnya. Ia duduk di samping tubuhku yang
sedang tertidur dan mengelus-elus rambutku.
“Milly, kau tahu? Mom senang sekali saat mendengar kau menjuarai lomba
menyanyi itu. Maafkan Mom ya, karena Mom tidak bisa datang. Tapi Mom sudah
melihat videonya. Mom bangga padamu nak.” Mom mengelus-elus rambutku lagi dan
mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Kemudian ia meletakkan sebuah kado
diatas meja riasku.
Ah kado itu, aku masih ingat sekali apa yang ada di dalamnya. Sebuah
kalung dengan inisial namaku. Aku memang tidak pernah tahu siapa yang
memberikannya. Mom juga hanya mengatakan bahwa kalungku bagus. Jadi.. Mom yang
memberinya?
“Dia memberikan hidupnya Milly, dia memberikan seluruh hidupnya untukmu.
Bukan hanya kalung itu, dia juga meminta teman-temanmu memberi kejutan di hari
ulang tahunmu, dan kado spesial yang Justin berikan padamu, sebenarnya itu
adalah kado ibumu.” Jelas Caitlin.
Mataku sudah berkaca-kaca. Pantas saja Justin, Alex, Rose, dan Vero
tiba-tiba datang ke rumah dengan kue yang super duper enak sambil menyanyikan
‘happy birthday song’, padahal setahuku mereka tidak mengetahui kapan ulang
tahunku. Mom, aku minta maaf.
***
So when you’re lost
and you’re tired
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you
I still turn to you
I still turn to you
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you
I still turn to you
I still turn to you
Aku kembali ke ruang rawat inapku bersama Caitlin. Mom tertidur dengan
tanganku dalam genggamannya. dia sepertinya sangat kelelahan. Oh Tuhan, kenapa
aku selalu merepotkannya? Aku tidak pernah membuatnya bahagia. Kenapa semua ini
ku lakukan, Tuhan?
“Ibumu selalu bangga padamu, Milly. Dia selalu tahu apa yang inginkan,
apa yang kau butuhkan, apa yang kau rasakan. Dia tidak pernah tidak
memperhatikanmu. Ia selalu menyempatkan diri untuk mengecek keadaanmu setelah
pulang kerja, selalu menyempatkan diri untuk datang ke sekolahmu hanya sekedar
untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja. Dan dia selalu berusaha memberikan
yang terbaik untukmu, walau kau tak pernah benar-benar mengetahuinya atau
bahkan merasakannya. Kau begitu egois padanya, kau tidak pernah merasakan
rasanya mengurus anak saat kau tidak siap tapi kau selalu menyalahkannya. Tidak
kah kau jahat padanya?” Caitlin benar-benar membuatku frustasi dengan semua
perkataannya. Aku ingin memeluk Mom, mengatakan padanya bahwa aku
menyayanginya, bahwa aku sangat berterima kasih atas semuanya.
“How can i life?”
Caitlin hanya tersenyum. Namun lama kelamaan dirinya hilang. Dan
sekarang aku sendiri di ruangan ini. Aku hanya bisa menangis dan menyesali
semuanya. Oh tunggu, aku bahkan tidak sempat menyesali semua ini, karena aku
sudah benar-benar terlambat. Aku mungkin akan segera... mati.
***
Ku buka album biru
Penuh debu nan
usang
Ku pandangi semua
gambar diri,
Kecil bersih belum
ternoda
Fikirku pun
melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua
cerita orang tentang riwayatku
Kata mereka diriku
selalu dimanja
Kata mereka diriku
selalu ditimang
Nada-nada yang
indah
Selalu terurai
darinya
Tangisan nakal dari
bibirku
Tak kan jadi
deritanya
Tangan halus dan
suci
Tlah mengangkat
tubuh ini
Jiwa raga dan
seluruh hidup
Rela dia berikan
Kata mereka diriku
selalu dimanja
Kata mereka diriku
selalu ditimang
Nada-nada yang
indah
Selalu terurai
darinya
Tangisan nakal dari
bibirku
Tak kan jadi
deritanya
Oh bunda
Ada dan tiada
dirimu
Kan selalu ada di
dalam hatiku...
***
Mataku tiba-tiba terbuka. Seperti terbangun dari mimpi yang sangat
buruk, sangat amat buruk. Aku merasa di hidungku bersarang sebuah benda.
Oksigen? Aku pakai oksigen? Ya Tuhan, ternyata aku benar-benar koma? Jadi semua
yang ku alami itu nyata.
“Milly...” Aku menoleh ke samping kananku. Ku dapati Mom tertidur dengan
tanganku di dalam genggamannya.
Perlahan air mataku menetes. Aku benar-benar gadis bodoh dan egois.
Bisa-bisanya aku marah pada Mom yang telah mengorbankan segalanya untukku. Aku
memang anak yang tidak baik. Aku hanya bisa menyusahkanmu, Mom. Maafkan aku.
“Mom...” lirihku. Aku masih sangat lemas. Rasanya tubuhku sakit semua.
“Milly? Milly? Milly kau sudah sadar, nak? Oh Milly, i thought you left
me.” Mom memelukku erat. Dapat kurasakan pundakku basah karena air matanya.
Mom, kumohon jangan menangis lagi. Aku tidak pantas membuatmu menangis.
Aku membalas pelukannya, “I will never let you go, Mom. I will never
left you. I promise.” Bisikku. Tuhan, aku berjanji akan menjaganya,
menyayanginya, memberikan kebahagian untuknya. Membuatnya tersenyum setiap
hari, aku berjanji padamu tak akan membuatnya menangis lagi. Hukum aku Tuhan,
hukum aku jika aku membuatnya sakit, membuatnya menangis, membuatnya sedih.
***
Pernah dengar cerita tentang pohon apel dan anak laki-laki kecil? Dimana
anak laki-laki kecil itu selalu bermain bersama pohon apel saat ia kecil.
Kemudian saat anak laki-laki itu tumbuh, ia tidak lagi bermain bersama pohon
itu. Ia pergi dan tak pernah kembali. Saat anak laki-laki itu kembali, ia
meminta suatu hal pada pohon apel dan pohon apel memberikannya, lalu anak
laki-laki itu kembali pergi. Dan begitu seterusnya sampai pohon apel menjadi
tua dan tidak memiliki apel lagi. Ia hanya memiliki batang untuk tempat anak
laki-laki itu beristirahat.
Pohon apel itu adalah orang tua kita dan anak laki-laki itu adalah kita.
Ini adalah sebuah perumpamaan. Kita hanya akan datang pada orang tua kita saat
kita butuh, saat kita ingin sesuatu, namun setelahnya kita pergi. Namun tahukah
kau? Kebahagiaan kita, kesenangan kita, itu membuat orang tua kita bahagia.
Tahukah kau bahwa hanya dengan bermain bersama mereka saja sudah membuat mereka
senang? Tahukah kau bahwa hanya dengan menemani harinya sudah membuatnya
bahagia? Mereka sering kali membuat kita bahagia, namun apakah kita sudah cukup
membahagiakan mereka?
Sayangilah orang tuamu selayaknya mereka menyayangimu. Temani hari-hari
mereka, jangan mencoba untuk menjauhinya. Sesungguhnya semua omelan mereka,
kemarahan mereka, semata-mata untuk kebaikanmu sendiri, bukan untuk dirinya.
No comments:
Post a Comment