Tuesday, October 23, 2012

Mom's Tears



Kalau saja aku bisa membuat segalanya berubah, aku akan melakukan apapun. Aku ingin bercanda dengannya, ingin membuatnya bangga, but i cant do anything. Dia bahkan terlalu terlena dengan pekerjaan yang ia geluti sekarang. Dia tak peduli padaku. Aku membencinya.

“Milly, tidak ingin minum teh dengan Mom?” Mom memanggilku saat aku sedang menalikan sepatuku.

Aku ingin menjawab iya, tapi rasanya bibirku sulit digerakkan. Aku ingin Mom tahu bahwa aku marah, aku kecewa padanya. “Tidak, Mom.” Akhirnya hanya dua kata itulah yang keluar dari mulutku.

“Tapi..”

“Aku berangkat, Mom.” Aku meninggalkan Mom di rumah. Perasaanku jadi tidak enak. Apakah akan terjadi sesuatu padanya? Ah kurasa ini hanya perasaanku saja, tidak aka nada yang terjadi padanya. Dia punya banyak bodyguard yang akan melindunginya.


**


“Milly!!! Wake up, darling.” Ku dengar suara-suara itu di sekelilingku. Ada apa ini? Kenapa semua terasa begitu hampa? Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku. Bahkan untuk membuka mata pun apa yang terjadi padaku?

Rasanya nyawaku terangkat. Begitu terasa hingga akhirnya, i can look my self. I was lying on the bed and my mom was crying beside me. Apakah aku sudah mati? Ya Tuhan, aku bahkan belum sempat membahagiakan Mom.

“What happened with my lovely daughter, Doc? Is she okay?” Mom bertanya begitu seorang dokter masuk ke dalam ruangan rawat inapku.

Dokter itu menghela nafas berat. Aku tidak ingin mendengarnya. Aku tidak ingin mendengar ia mengatakan bahwa aku sudah mati. Aku tidak mau mati. “Dia koma. Kecelakaan yang ia alami terlalu parah.” Ucap dokter itu.

Kecelakaan? Ah ya, saat itu, saat aku hendak menyebrang, sebuah mobil menghantam tubuhku. Tidak ada yang kurasakan saat itu, aku hanya merasa ingin memeluk Mom. Ternyata perasaan itu benar, saat ini aku bahkan tidak akan bisa lagi memeluknya, menenangkannya, aku tidak bisa lagi berbicara padanya, karena bagaimanapun dia takkan bisa mendengarku.

“I know you are strong, Milly. So wake up. I cant life without you.” Mom meraih tanganku dan mengecup punggung tanganku.

Aku ingin menangis. Tapi rasanya aku sudah tidak bisa menitikkan air mata lagi. Aku seperti hantu gentayangan yang tidak tahu harus kemana. Aku belum mati, tapi aku juga tidak sedang bangun. Apa yang harus ku lakukan?


**

Ku putuskan untuk keluar dari ruangan ini dan duduk di kursi tunggu. It will be better. Aku tidak sanggup melihat Mom di dalam sana. Ada banyak penyesalan di dalam hatiku. Aku ini anak macam apa sih? Tapi ini juga salah Mom, kalau saja Mom sedikit memperhatikanku, aku pasti masih berada di sampingnya saat ini.

“Masih ingin menyalahkan ibumu disaat seperti ini?” Aku menoleh. Seorang perempuan duduk di sampingku dengan gaun putihnya yang terlihat indah.

“Kau siapa?” tanyaku dingin. Eh? Tapi... dia bisa berbicara denganku? Dan membaca perasaan seorang.... hantu?

“Hahahaha bodoh. Aku ini.. aku.. aku ini apa ya?”

Aku berdecak kesal dan memutar bola mataku, “Kau yang bodoh! Tidak tahu diri sendiri apa.”

Perempuan itu menatapku sebal, “Kalau aku mengatakan aku ini malaikat kau tidak akan percaya. Kalau aku mengatakan aku ini hantu kau akan ketakutan. Jadi aku ini apa? Yasudah, anggap saja aku adalah tour guidemu.”

“Tour guide?” tanyaku heran. Ada gitu tour hantu? Hiih menyeramkan.

Perempuan itu mengangguk lalu berdiri, “Ayo ikut.” Ia memberikan sebelah tangannya padaku.

Aku menatap tangan itu ragu. Aku mau dibawa kemana? Apa dia ini malaikat pencabut nyawa? Apa sudah saatnya aku mati?

“Aku bukan malaikat pencabut nyawa. Sudahlah ikut saja.”

Aku kembali menatapnya ragu. Namun kemudian aku sudah menggenggam tangannya. Dan entahlah aku akan dibawa kemana, aku hanya dapat berharap gadis ini bukanlah malaikat pencabut nyawa.


***


You worked two jobs
To keep a roof up over our heads
You chose life for me
No you never gave up
I admire you for the strength you instilled in me

You were so young
You were just my age when you had me
Mom, you were so brave
There was nothing that would stop or get in our way
And I know you will always be there for me


“She is your mom.” Ucap Caitlin padaku. Perempuan yang membawaku pergi tadi bernama Caitlin. Entahlah aku masih tidak dapat percaya saat ia mengatakan bahwa ia adalah seorang ‘malaikat’. Well, setahuku malaikat itu tak terlihat. Jadi kemungkinan terbesar dia adalah hantu.

Aku menatap seorang gadis seusiaku yang tengah menangis di dalam kamarnya, “She.. she is my mom?” Tanyaku tak percaya. Percaya atau tidak, semua ini benar-benar berbeda dengan kondisi Mom saat ini. Mom tidak pernah mengatakan apapun tentang masa lalunya. Termasuk... kondisi ini.

“And thats you! Ah aku senang sekali bagian ini!” Teriak Caitlin senang.

Dan di saat itu terdengar tangisan kencang seorang bayi. Is that me? Ku lihat Mom kecil berjalan ke arah box bayi yang terletak di dalam kamar itu dan mengangkatku ke dalam pelukannya. Dengan segenap kasih sayang yang ada, ia menimang-nimangku. Sesekali ia mengecup puncak kepalaku. “Dont cry baby, don’t cry. Mom will always be here for you.” Ucap Mom.

Aku menitikkan air mata. Aku benar-benar tidak menyangka dulu kondisi kami seperti ini. Ku pikir..

“Kau di lahirkan saat ibumu masih sangat muda. Dia bahkan tidak menggugurkanmu saat itu, dia menyayangimu, Milly.” Caitlin berkata. Wajahnya terlihat biasa saja. Kenapa dia tidak sesedih aku? Apa karena... dia tidak merasakannya?

“Aku bukan manusia dan tidak terlahir. Aku bukannya tidak sedih, aku hanya tidak tahu bagaimana mengekspresikannya. Sudah terlalu banyak peristiwa sedih yang ku lihat.” Jelas Caitlin.

Aku kembali menatap Mom kecil yang masih menggendongku. Tak lama kemudian seorang laki-laki yang masih seusiaku memasuki kamar itu dan merangkul pinggang ibuku. Apakah dia... Dad? “Dad...” desisku.

“Kau tidak pernah melihatnya?” Tanya Cait.

Aku menggeleng, “Ayah tidak pernah datang.”

Caitlin tersenyum misterius. Ia seolah berkata padaku ‘Ini baru permulaan, Milly.’. Apakah hidup Mom begitu sengsara karena kelahiranku?


***


Apa yang Mom lakukan? She was a nanny? Aku benar-benar tidak tahan melihatnya. Aku tidak rela melihat Mom bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah besar yang kira-kira sebesar rumahku saat ini. Kenapa Mom melakukan itu?

“Ini semua untukmu, Milly. Untuk mempertahankan hidupnya juga hidupmu. Your dad went to another place and he left you and your mom. Tidak ada yang bisa ibumu lakukan lagi, selain menggunakan tenaganya untuk menghidupimu.” Cerita Caitlin. Ia ikut menatap Mom yang saat itu tengah mengepel lantai. No!

Aku terenyuh, apa ini sebabnya selama ini Mom menjadi pribadi yang ‘workaholic’?

“Beliau terus menerus bekerja untuk membahagiakanmu. Dia tidak ingin kau kekurangan, Milly. Dia tidak ingin kau merasakan apa yang ia rasakan saat ia berada di usiamu.”

Aku menangis. Benar-benar menangis. Ku pikir aku tidak bisa menangis lagi. Namun ternyata bisa. Aku terisak, dan tidak ada Mom yang menenangkanku seperti saat aku masih berusia 10 tahun.

“Kau masih ingin menyalahkan ibumu?” pertanyaan Cait hanya membuat rasa sesal di hatiku bertambah. Aku ini anak macam apa? Aku ini benar-benar bodoh. Aku tidak mengerti apa yang ibuku rasakan dulu dan aku malah marah padanya. I just a stupid daughter!!! Fool me!!


***


It was ’94
The year that everything started to change
From before, You had to be a woman
You were forced to change your ways
To change your ways

Then you found the Lord
You gave your life to Him
And you could not ignore
The love he had for you
And I wanted more of your heart


Tour ini kembali berlanjut setelah aku kembali tenang. Sebenarnya tidak benar-benar tenang, karena perasaan sesal dan takut masih menghantuiku. Aku melihat Mom berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit yang kalau tidak salah adalah kantor Mom yang sekarang. Jadi.... Mom melamar kerja disini? Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan melamar di perusahaannya sendiri?

“Dulu, ibumu itu bukan seseorang yang senang dengan bisnis walaupun ayahnya menyuruhnya untuk kuliah di jurusan bisnis. Ibumu menentang ayahnya dan malah kabur bersama kekasihnya yang tak lain adalah ayahmu. Mereka menikah di usia yang masih muda karena ibumu hamil. Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama, ibumu bercerai dan menghidupimu seorang diri. Ia bekerja sebagai pembantu. Namun ia berpikir untuk kembali ke rumahnya saat mendengar bahwa kakak laki-lakinya kecelakaan.” Caitlin itu seperti orang yang dekat sekali dengan ibuku. Yang tahu segalanya tentang kehidupanku. Yaiyalah, dia kan malaikat –itu sih katanya-.

“Jadi ini.. perusahaan Grandpa?”

Caitlin mengangguk. Kami terus memperhatikan gerak-gerik ibuku yang terlihat seperti ketakutan di dalam sana. Aku tahu, pasti sulit baginya untuk menemui Grandpa. Grandpa pasti sangat marah padanya, meskipun sekarang Grandpa sangat menyayangiku.

“Mau apa lagi  kau kemari Eliz? Bukankah kau memilih jalanmu sendiri? Hah?” perkataan Grandpa begitu dingin dan menusuk hati. Mom menangis saat itu juga. Ia berlutut di hadapan Grandpa.

“Maafkan Eliz, dad. Eliz... eliz memang bodoh dan bukan anak yang baik. Tapi.. tapi Eliz tidak tahu lagi akan kemana kalau bukan kembali padamu.” Mom terisak. Rasanya menyakitkan melihatnya menangis seperti ini.

Grandpa seperti orang yang memiliki dendam yang besar kepada Mom. Bahkan untuk melihat Mom saja, Grandpa sepertinya enggan.

“Kalau Dad tidak menerimaku, tolong rawat Milly saja Dad. Milly, anakku. Aku tidak ingin ia sengsara sepertiku. Tolong Eliz, dad.” Mom semakin terisak. Sebegitu pentingnya kah aku untuknya sampai ia rela berlutut demi aku? Mengapa selama ini aku tidak pernah menyadari kasih sayang Mom? Kenapa aku begitu egois padanya?

“Because you are a fool girl.” Bisik Caitlin dengan tawanya. Kenapa dia senang sekali mentertawaiku sih? Apa yang lucu? Its not funny.

“Eliz.. Eliz bangun nak.” Grandpa sepertinya luluh melihat Mom menangis seperti itu. Ia menghampiri Mom dan menyuruhnya berdiri, “Aku memaafkanmu. Tapi ingat Eliz, kau harus berubah. Buang sifat-sifatmu yang dulu, yang suka berhura-hura. Ingatlah, sekarang kau telah memiliki Milly.” Nasehat Grandpa. Sudah ku bilang, Granpa itu orang yang baik. Ia pasti akan memaafkan Mom dengan cepat.

“Siapa bilang? Ini yang kesekian kalinya ibumu berlutut di hadapannya. Dan baru kali ini your grandpa menerimanya.” Ujar Caitlin. Entah ia mendapatkan apel darimana, yang jelas kini ia tengah memakan apel dengan santainya. Dasar aneh. Aku jadi semakin meragukannya, dia itu setan atau malaikat sih?


***


So when you’re lost and you’re tired
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you.

I don’t know what I’d do if you left me
So please don’t go away
Everything that you are is who I am
Who I am today.



“Kau salah kalau kau mengatakan bahwa ibumu tidak pernah menyayangimu, Milly. Kau salah kalau ia tidak pernah sempat mendengarkanmu bercerita. Kau salah kalau ibumu tidak pernah ingin tahu apa masalahmu. Dia menyayangimu melebihi dirinya sendiri.” Caitlin membawaku ke sebuah tempat yang tidak asing lagi bagiku. Kamarku sendiri. Ada aku yang tengah tertidur saat itu.

Pintu kamarku perlahan terbuka, Mom masuk ke dalam kamarku dengan pakaian kerja yang masih melekat di tubuhnya. Ia duduk di samping tubuhku yang sedang tertidur dan mengelus-elus rambutku.

“Milly, kau tahu? Mom senang sekali saat mendengar kau menjuarai lomba menyanyi itu. Maafkan Mom ya, karena Mom tidak bisa datang. Tapi Mom sudah melihat videonya. Mom bangga padamu nak.” Mom mengelus-elus rambutku lagi dan mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Kemudian ia meletakkan sebuah kado diatas meja riasku.

Ah kado itu, aku masih ingat sekali apa yang ada di dalamnya. Sebuah kalung dengan inisial namaku. Aku memang tidak pernah tahu siapa yang memberikannya. Mom juga hanya mengatakan bahwa kalungku bagus. Jadi.. Mom yang memberinya?

“Dia memberikan hidupnya Milly, dia memberikan seluruh hidupnya untukmu. Bukan hanya kalung itu, dia juga meminta teman-temanmu memberi kejutan di hari ulang tahunmu, dan kado spesial yang Justin berikan padamu, sebenarnya itu adalah kado ibumu.” Jelas Caitlin.

Mataku sudah berkaca-kaca. Pantas saja Justin, Alex, Rose, dan Vero tiba-tiba datang ke rumah dengan kue yang super duper enak sambil menyanyikan ‘happy birthday song’, padahal setahuku mereka tidak mengetahui kapan ulang tahunku. Mom, aku minta maaf.


***


So when you’re lost and you’re tired
When you’re broken in two
Let my love take you higher
Cause I still turn to you
I still turn to you
I still turn to you



Aku kembali ke ruang rawat inapku bersama Caitlin. Mom tertidur dengan tanganku dalam genggamannya. dia sepertinya sangat kelelahan. Oh Tuhan, kenapa aku selalu merepotkannya? Aku tidak pernah membuatnya bahagia. Kenapa semua ini ku lakukan, Tuhan?

“Ibumu selalu bangga padamu, Milly. Dia selalu tahu apa yang inginkan, apa yang kau butuhkan, apa yang kau rasakan. Dia tidak pernah tidak memperhatikanmu. Ia selalu menyempatkan diri untuk mengecek keadaanmu setelah pulang kerja, selalu menyempatkan diri untuk datang ke sekolahmu hanya sekedar untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja. Dan dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu, walau kau tak pernah benar-benar mengetahuinya atau bahkan merasakannya. Kau begitu egois padanya, kau tidak pernah merasakan rasanya mengurus anak saat kau tidak siap tapi kau selalu menyalahkannya. Tidak kah kau jahat padanya?” Caitlin benar-benar membuatku frustasi dengan semua perkataannya. Aku ingin memeluk Mom, mengatakan padanya bahwa aku menyayanginya, bahwa aku sangat berterima kasih atas semuanya.

“How can i life?”


Caitlin hanya tersenyum. Namun lama kelamaan dirinya hilang. Dan sekarang aku sendiri di ruangan ini. Aku hanya bisa menangis dan menyesali semuanya. Oh tunggu, aku bahkan tidak sempat menyesali semua ini, karena aku sudah benar-benar terlambat. Aku mungkin akan segera... mati.


***



Ku buka album biru
Penuh debu nan usang
Ku pandangi semua gambar diri,
Kecil bersih belum ternoda
Fikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang tentang riwayatku

Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Nada-nada yang indah
Selalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Tak kan jadi deritanya

Tangan halus dan suci
Tlah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Nada-nada yang indah
Selalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Tak kan jadi deritanya

Oh bunda
Ada dan tiada dirimu
Kan selalu ada di dalam hatiku...

***

Mataku tiba-tiba terbuka. Seperti terbangun dari mimpi yang sangat buruk, sangat amat buruk. Aku merasa di hidungku bersarang sebuah benda. Oksigen? Aku pakai oksigen? Ya Tuhan, ternyata aku benar-benar koma? Jadi semua yang ku alami itu nyata.

“Milly...” Aku menoleh ke samping kananku. Ku dapati Mom tertidur dengan tanganku di dalam genggamannya.

Perlahan air mataku menetes. Aku benar-benar gadis bodoh dan egois. Bisa-bisanya aku marah pada Mom yang telah mengorbankan segalanya untukku. Aku memang anak yang tidak baik. Aku hanya bisa menyusahkanmu, Mom. Maafkan aku.

“Mom...” lirihku. Aku masih sangat lemas. Rasanya tubuhku sakit semua.

“Milly? Milly? Milly kau sudah sadar, nak? Oh Milly, i thought you left me.” Mom memelukku erat. Dapat kurasakan pundakku basah karena air matanya. Mom, kumohon jangan menangis lagi. Aku tidak pantas membuatmu menangis.

Aku membalas pelukannya, “I will never let you go, Mom. I will never left you. I promise.” Bisikku. Tuhan, aku berjanji akan menjaganya, menyayanginya, memberikan kebahagian untuknya. Membuatnya tersenyum setiap hari, aku berjanji padamu tak akan membuatnya menangis lagi. Hukum aku Tuhan, hukum aku jika aku membuatnya sakit, membuatnya menangis, membuatnya sedih.


***


Pernah dengar cerita tentang pohon apel dan anak laki-laki kecil? Dimana anak laki-laki kecil itu selalu bermain bersama pohon apel saat ia kecil. Kemudian saat anak laki-laki itu tumbuh, ia tidak lagi bermain bersama pohon itu. Ia pergi dan tak pernah kembali. Saat anak laki-laki itu kembali, ia meminta suatu hal pada pohon apel dan pohon apel memberikannya, lalu anak laki-laki itu kembali pergi. Dan begitu seterusnya sampai pohon apel menjadi tua dan tidak memiliki apel lagi. Ia hanya memiliki batang untuk tempat anak laki-laki itu beristirahat.

Pohon apel itu adalah orang tua kita dan anak laki-laki itu adalah kita. Ini adalah sebuah perumpamaan. Kita hanya akan datang pada orang tua kita saat kita butuh, saat kita ingin sesuatu, namun setelahnya kita pergi. Namun tahukah kau? Kebahagiaan kita, kesenangan kita, itu membuat orang tua kita bahagia. Tahukah kau bahwa hanya dengan bermain bersama mereka saja sudah membuat mereka senang? Tahukah kau bahwa hanya dengan menemani harinya sudah membuatnya bahagia? Mereka sering kali membuat kita bahagia, namun apakah kita sudah cukup membahagiakan mereka?

Sayangilah orang tuamu selayaknya mereka menyayangimu. Temani hari-hari mereka, jangan mencoba untuk menjauhinya. Sesungguhnya semua omelan mereka, kemarahan mereka, semata-mata untuk kebaikanmu sendiri, bukan untuk dirinya.


No comments:

Post a Comment